Hidup tidak pernah berjalan sebagaimana rencana. Ia hadir dengan caranya sendiri, sering kali tidak ramah, kadang terlalu riuh, dan di saat lain begitu sunyi. Namun justru dari sanalah kita belajar bahwa kekacauan tidak selamanya berarti keburukan. Ada keindahan yang samar, yang hanya bisa ditangkap ketika kita menoleh ke belakang, ketika kita memberi ruang untuk merenung.
Aku sering merasa hidup ini seperti jalan setapak di tepi sawah. Ada saatnya jalan itu basah oleh hujan, licin hingga membuat langkah terperosok. Ada saatnya pula kering, berdebu, dan menyisakan rasa haus di tenggorokan.
Aku tinggal di antara suara kendaraan yang tak pernah berhenti di pinggir jalan, dan nyanyian jangkrik yang tak kalah keras dari kesunyian malam. Keduanya sering berbenturan, seperti halnya hidup yang tak pernah sederhana. Ada hiruk pikuk kota kecil yang melewati rumahku, namun juga ada hamparan sawah yang diam-diam mengingatkan: bahkan di tengah kekacauan, selalu ada keindahan yang bisa dipeluk.
Sebagai mahasiswa, aku kerap membayangkan hidup akan lebih jelas jika semua berjalan sesuai buku teks: kuliah, lulus, kerja, lalu sukses. Tapi kenyataan tidak pernah sesederhana itu. Ada tugas yang menumpuk, ada kebingungan arah, ada rasa takut tidak cukup baik.
Bahkan, ada hari-hari ketika aku bertanya pada diriku sendiri, untuk apa semua ini? Tapi di saat bersamaan, ada juga tawa dengan teman, ada secangkir kopi yang tiba-tiba terasa hangat di sore yang berat, ada kata-kata yang lahir dari hati lalu menjelma menjadi tulisan. Dari situlah aku sadar, keindahan hidup bukan hadir dari keteraturan, melainkan dari keberanian kita untuk berdamai dengan kekacauan.
Kekacauan adalah guru yang tidak pernah mengajar dengan suara lembut. Ia mengajar dengan benturan, dengan kehilangan, dengan rasa kecewa yang memukul lebih keras daripada yang kita kira. Namun setelah semua itu, kita menemukan bahwa ada keteguhan di dalam diri yang sebelumnya tak pernah kita kenal. Aku pernah merasa hilang arah, seperti awan yang tercerai-berai ditiup angin. Namun pada akhirnya, awan tetap kembali berkumpul, meski bentuknya selalu berubah. Begitu pula hidup. Ia tidak selalu memberi kepastian, tapi ia selalu memberi kesempatan untuk kita menyusun diri kembali.
Dan mungkin di situlah letak keindahan terbesar, dalam keberantakan yang terus melatih kita untuk merangkai ulang makna.
Kita belajar bahwa tidak apa-apa tersandung, tidak apa-apa salah jalan, tidak apa-apa kehilangan. Semua itu bagian dari tarian besar yang disebut kehidupan.
Aku percaya, kekacauan ini tidak akan pernah selesai. Akan selalu ada gelombang baru, akan selalu ada rintangan lain, akan selalu ada kehilangan yang tak bisa kita tolak. Namun, di balik itu semua, hidup tetap menghadiahkan momen kecil yang membuat kita bertahan: suara hujan di atap seng, langit sore yang membakar ujung horizon, atau bahkan satu kalimat yang lahir dari pena dan membuat dada terasa lega.
Hidup memang kacau, tapi dalam kekacauan itu, ia tetaplah indah. Dan mungkin, tanpa kekacauan, kita tidak akan pernah belajar bagaimana cara benar-benar hidup.

0 Komentar