Di Antara Pergi dan Kenangan - Nubi Hiraeth



Di Antara Pergi dan Kenangan : Aku selalu berpikir bahwa kepergian adalah sesuatu yang sederhana. Bahwa orang-orang datang dan pergi, seperti ombak yang mencium pantai lalu surut tanpa pamit. Namun, setelah kepergianmu, aku menyadari bahwa ada yang lebih dalam dari sekadar meninggalkan atau ditinggalkan.

Ada luka yang tak kasatmata, ada pertanyaan yang tak menemukan jawaban, dan ada kenangan yang terus mengetuk ingatan meski pintunya telah tertutup rapat.

Hari itu, langit muram. Awan-awan menggantung rendah, seolah hendak menangis. Kau berdiri di ambang pintu, membawa koper kecil yang tampak berat  bukan karena isinya, tapi karena beban yang kau pikul dalam diam.

Aku tidak bertanya, dan kau tidak menjelaskan. Kita hanya saling menatap, berbicara dalam sunyi yang lebih keras dari seribu kata.

“Aku harus pergi,” katamu akhirnya.

Aku ingin bertanya, kenapa? Kemana? Akankah kau kembali? Tapi mulutku kelu. Aku hanya bisa mengangguk pelan, seakan memberikan restu pada sesuatu yang tak kumengerti. Kepergianmu terasa seperti sebuah bab yang selesai sebelum sempat benar-benar dimulai.

Setelah itu, hari-hari terasa asing. Meja makan menjadi lebih luas, kopi menjadi lebih pahit, dan senja kehilangan warnanya. Aku menemukan surat yang kau tinggalkan di sela-sela buku favoritmu. Isinya sederhana, tapi menusuk:

“Kepergian bukan tentang meninggalkan, tetapi tentang mencari. Aku pergi bukan karena ingin jauh darimu, tapi karena harus menemukan sesuatu dalam diriku. Jika takdir berbaik hati, kita akan bertemu lagi. Jaga dirimu.”

Aku membacanya berulang kali, mencoba memahami maknanya. Namun, yang tersisa hanya kekosongan yang tak terdefinisikan. Aku bertanya-tanya, apakah kepergian selalu berarti kehilangan, ataukah ia hanya bentuk lain dari pertemuan yang tertunda?

Waktu berlalu, dan aku mulai mengerti. Kepergian bukan hanya soal mereka yang melangkah menjauh, tetapi juga tentang kita yang harus belajar menerima. Bahwa setiap langkah yang diambil seseorang bukanlah pengkhianatan, melainkan perjalanan. Dan mungkin, di suatu tempat, di waktu yang berbeda, kita akan bertemu lagi  dengan versi diri yang lebih utuh, lebih mengerti, dan lebih siap.

Hingga saat itu tiba, aku belajar untuk berdamai dengan yang telah pergi. Sebab dalam kepergian, selalu ada jejak yang tertinggal. Dan jejakmu, akan selalu ada di sudut hatiku.

Malam ini, aku berdiri di ambang jendela, menatap langit yang kini mulai cerah. Aku membayangkan kau di suatu tempat, mungkin juga sedang menatap langit yang sama. Jika benar takdir masih menyisakan ruang untuk kita, aku yakin kita akan bertemu lagi. Hingga saat itu, aku akan menyimpan namamu dalam doaku bukan untuk meminta kepulanganmu, tetapi untuk memastikan kau baik-baik saja di perjalananmu.

Pergi dan kenangan 

Ini menggambarkan bagaimana kepergian bukan sekadar kehilangan, tetapi juga bagian dari perjalanan seseorang dalam menemukan dirinya sendiri. Setiap orang memiliki jalan yang harus mereka tempuh, dan terkadang itu berarti harus meninggalkan sesuatu atau seseorang yang mereka sayangi. Namun, dalam perpisahan, bukan hanya yang pergi yang berjuang yang ditinggalkan pun harus belajar menerima dan melanjutkan hidup.

Melalui cerita ini, pembaca diajak untuk memahami bahwa kepergian bukan selalu akhir, tetapi bisa menjadi awal dari pertumbuhan, baik bagi yang pergi maupun yang ditinggalkan. Harapan akan pertemuan di masa depan bukan sekadar menunggu seseorang kembali, tetapi juga tentang bagaimana kita tumbuh menjadi versi diri yang lebih baik saat pertemuan itu akhirnya terjadi. Dengan begitu, kenangan yang tertinggal bukan menjadi luka, melainkan pelajaran yang memperkaya perjalanan hidup kita.

0 Komentar