Filsafat Cinta: Pembelajaran dari Yunani Kuno


Pembahasan tentang cinta telah menjadi topik menarik sejak zaman kuno, termasuk di era Filsafat Yunani Kuno yang mencapai puncaknya sebelum Masehi. Bahkan, Socrates, seorang filsuf besar Yunani, merasa perlu belajar dari seorang guru bernama Diotima. Dialog antara Socrates dan Diotima diabadikan dalam karya Plato berjudul Simposium. Berikut salah satu kutipan dari dialog tersebut:

Socrates dan Pemahaman tentang Cinta

Diotima berkata kepada Socrates: “Cukup bagi seseorang yang memproses cinta dengan benar untuk memulai sejak muda dengan menghargai keindahan tubuh. Jika pemandunya bijak, dia akan mulai mencintai satu tubuh tunggal dan melahirkan pemikiran yang indah. Namun, seiring waktu, dia akan memahami bahwa keindahan bukan hanya milik satu tubuh, tetapi tersebar merata pada semua tubuh. Saat kesadaran ini tumbuh, dia akan menjadi pencinta keindahan dalam segala bentuknya, tidak hanya terbatas pada satu orang.”

“Langkah selanjutnya adalah menyadari bahwa keindahan jiwa jauh lebih berharga daripada keindahan fisik. Bahkan jika seseorang memiliki jiwa yang baik tetapi tubuhnya tidak sempurna, itu tetap layak dicintai. Dia akan terus mencintai, peduli, dan merenungkan apa yang indah dalam adat, budaya, serta hukum. Pada tahap ini, keindahan jasmani dianggap sebagai hal yang kecil dibandingkan dengan keindahan batin.”

Diotima mengajarkan kepada Socrates bahwa perjalanan cinta tidak seharusnya berhenti pada daya tarik fisik semata. Pencinta sejati harus melampaui apa yang tampak di permukaan hingga mencapai tingkat tertinggi, yaitu mencintai segala sesuatu yang terkait dengan objek cintanya. Socrates menyampaikan pelajaran ini dalam sebuah pidato saat perjamuan di rumah Agathon, meskipun dalam keadaan mabuk.

Pemahaman tentang cinta dari Socrates dan Diotima menunjukkan bahwa cinta bukanlah sesuatu yang sederhana. Ia melibatkan rasionalitas dan intuisi. Berbicara tentang cinta berarti berbicara tentang rasa, sesuatu yang sulit dijelaskan kecuali oleh mereka yang benar-benar mengalaminya. Cinta bukan hanya tentang hal-hal materi, tetapi melampaui batas hingga ke dimensi nonmateri. Manisnya cinta hanya dapat dijelaskan oleh mereka yang tenggelam dalam pengalaman mencintai.

Sebagaimana digambarkan oleh Jalaluddin Rumi dalam salah satu syairnya:

“Apapun yang engkau katakan atau dengar adalah kulitnya: intisari cinta adalah misteri yang tak dapat dibukakan.”

Pelajaran tentang Cinta dari Plato dan Socrates

Pada zaman Yunani Kuno, sekitar tahun 330 sebelum Masehi, hidup seorang filsuf terkenal bernama Plato. Pemikirannya tentang filsafat masih relevan dan populer hingga saat ini.

Suatu hari, Plato bertanya kepada gurunya, Socrates, tentang cinta. Ia berkata, “Bagaimana aku bisa menemukan cinta?” Socrates menjawab dengan sebuah perumpamaan:

“Di sana ada kebun bunga yang luas. Berjalanlah melintasi kebun itu tanpa boleh mundur. Pilihlah satu bunga, dan jika kamu menemukan bunga yang menakjubkan, itu berarti kamu telah menemukan cinta.”

Plato pun memasuki kebun tersebut. Ketika ia kembali, ia tidak membawa satu bunga pun. Socrates Bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa bunga apa pun?”

Plato menjawab, “Sebenarnya aku telah menemukan bunga yang menakjubkan, tetapi aku berpikir mungkin ada bunga yang lebih indah lagi di depan sana. Jadi, aku tidak mengambil bunga itu.”

Socrates kemudian berkata, “Begitulah cinta. Semakin kamu mencari kesempurnaan, semakin sulit kamu menemukannya.”

Cerita ini sering digunakan untuk menggambarkan bagaimana cinta dan pilihan hidup seharusnya dipahami. Ia mengajarkan kita untuk menghargai kesempatan yang ada dan tidak terlalu terfokus pada pencarian kesempurnaan yang mungkin tak pernah ada.

PENUTUP

Cinta, seperti yang diajarkan oleh Socrates dan Plato, adalah sebuah perjalanan yang melibatkan kebijaksanaan, refleksi, dan penghargaan terhadap kesempatan. Ia bukan sekadar pencarian akan kesempurnaan, tetapi lebih kepada pemahaman untuk menerima dan mencintai apa yang ada di depan kita.

Cerita kebun bunga Plato dan pandangan Diotima tentang keindahan jiwa mengajarkan bahwa cinta sejati tidak hanya terletak pada apa yang tampak, tetapi juga pada kedalaman rasa dan makna. Dengan memahami filosofi cinta dari tokoh-tokoh Yunani ini, kita diajak untuk melihat cinta sebagai sesuatu yang melampaui batas fisik dan masuk ke dimensi yang lebih tinggi.

Sebagaimana Jalaluddin Rumi pernah berkata, “Intisari cinta adalah misteri yang tak dapat dibukakan.” Mungkin itulah yang membuat cinta begitu istimewa: ia harus dirasakan, bukan hanya dipahami.

Nubi hiraeth

31 Des 2024



0 Komentar